Pengasuh Pondok Pesantren Ulul Albab Balirejo Yogyakarta, Prof. Dr. Dra. Hj. Binti Ma’unah, M.Pd.I., mendapatkan undangan dari Kemenag Kabupaten Blitar sebagai narasumber dalam kegiatan Penguatan Moderasi Beragama bagi Penyuluh Agama Islam se-Kabupaten Blitar pada tanggal 8 Juni 2022 di Kampung Coklat Blitar Jawa Timur. Adapun peserta yang ikut dalam kegiatan tersebut yaitu seluruh Penyuluh se-Kab Blitar, yang terdiri dari; para kiai, Ibu nyai, ketua NU, Anshor Fatayat Anshor, dan Ustadz/ah.
Dalam penyampaian materinya, perempuan yang biasa dipanggil “umi” oleh santri PP Ulul Albab Balirejo menyampaikan bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari 500 suku bangsa yang dipersatukan sebagai bangsa Indonesia oleh sistem nasional Indonesia. Indonesia merupakan Negara kepulauan, terdiri dari gugusan pulau-pulau besar dan kecil yang membentang dari Sabang sampai Merauke yang memiliki beragam suku bangsa.
Dari perspektif keberagaman agama, dimana agama yang diakui secara sah di Indonesia yaitu; agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Keberagaman agama di tengah-tengah masyarakat menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Semua agama meyakini akan keberadaan dan kekuasaan Tuhan. Akan tetapi sistem keyakinan dan ibadah antara satu agama dengan agama yang lain berbeda.
Lebih lanjut, Prof. Dr. Dra. Hj. Binti Ma’unah, M.Pd.I mengutip data dari BPS pada tahun 2010, bahwa 87,18% penduduk Indonesia merupakan penganut agama Islam. Sisanya adalah penganut agama lain seperti Kristen 6,96%, Katolik 2,91%, Hindu 1,69%, dan Budha serta Konghuchu yang jumlahnya kurang dari 1%. Jika dihitung secara jumlah, maka populasi pemeluk Islam di Indonesia tahun 2010 mencapai 207,176 juta jiwa, kemudian pemeluk Kristen 16,528 juta jiwa, pemeluk Katolik 6,907 juta jiwa, pemeluk Hindu 4,012 juta jiwa, pemeluk Budha 1,703 juta jiwa, dan pemeluk Konghuchu 117.091 jiwa.
Untuk itu, Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia sering dipuji karena karakteristik Islamnya yang moderat, inklusif, dan konstitusi menjamin kebebasan beribadah bagi penganut enam agama yang diakui oleh negara. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ketegangan berbasis agama telah meningkat di negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia ini. Hal itu ditunjukkan dengan maraknya intoleransi agama, radikalisme agama, bahkan ideologi ekstremis oleh segelintir orang.
Dengan demikian, eksistensi Penyuluh Agama Islam sangat diharapkan dalam mengahadapi era globalisasi yang banyak memberikan dampak buruk pada masyarakat, lebih-lebih terkait ketegangan berbasis agama. Oleh karena itu, Penyuluh Agama Islam harus terus berbenah agar pelayananya terhadap masyarakat bisa maksimal melalui Program Moderasi Beragama.
Secara keseluruhan, elemen Kementerian Agama harus mengoptimalkan peran hubungan masyarakat serta pengelola informasi dan dokumentasi di setiap satuan kerja agar memahami setiap perubahan sosial dan publik yang sedang berlangsung. Hal ini akan merubah pandangan masyarakat secara timbal balik terhadap Kementerian Agama. Dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan semua lini informasi yang dimiliki di semua level, Kementerian Agama pasti bisa dengan mudah membagi informasi untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat. Akhirnya, jika kerukunan umat beragama bisa tercapai, maka dapat menjadi salah satu benteng pencegahan aliran radikal.
Kemenag harus terus berupaya memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar dapat hidup rukun berdampingan antara masyarakat satu dengan yang lainnya. Untuk itu, dengan saling hidup rukun berdampingan, masyarakat akan saling mengingatkan satu sama lain agar tidak mudah terpengaruh dengan aliran-aliran keagamaan yang menjerumus pada radikalisme.